Sabtu, 30 Juli 2011

Selamat Menyambut Ramadhan

Satu hari lagi nafas menjadi tasbih, satu hari lagi tidur menjadi ibadaha, satu hari lagi doa di ijabah, satu hari lagi pahala di lipat gandakan tapi semua tak akan terjadi sebelum semua saling mohon maaf atas segala kehilafan. marhaban ya ramadhan

selamat datang Ramadhan, Selamat datang Ramadhan. Di masjid-masjid, musholla, koran-koran, stasiun televisi dan radio dan berbagai mailing list, ungkapan selamat datang Ramadhan tampil dengan berbagai ekpresi yang variatif.

Yang juga penting dalam menyambut bulan Ramadhan tentunya adalah bagaimana kita merancang langkah strategis dalam mengisinya agar mampu memproduksi nilai-nilai positif dan hikmah yang dikandungnya. Jadi, bukan hanya melulu mikir menu untuk berbuka puasa dan sahur saja. Namun, kita sangat perlu menyusun menu rohani dan ibadah kita. Kalau direnungkan, menu buka dan sahur bahkan sering lebih istemawa (baca: mewah) dibanding dengan makanan keseharian kita. Tentunya, kita harus menyusun menu ibadah di bulan suci ini dengan kualitas yang lebih baik dan daripada hari-hari biasa. Dengan begitu kita benar-benar dapat merayakan kegemilangan bulan kemenangan ini dengan lebih mumpuni.

Bagi para sobat Blogger, FBers and Twitters yang menjalankannya. selamat menyambut Ramadhan 1432 H ini dengan penuh hikmah dan karomah semoga dibulan suci ini banyak kemuliaan yang kita dapatkan, amien.

Read More......

Rabu, 20 Juli 2011

ASKEP Ca SERVIKS

A. PENGERTIAN
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997).

B. ETIOLOGI
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :


1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda

2. Jumlah kehamilan dan partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.

3. Jumlah perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.

4. Infeksi virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks

5. Sosial Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.

6. Hygiene dan sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.

7. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.

C. KLASIFIKASI PERTUMBUHAN SEL AKAN KANKERS SERVIKS

Mikroskopis
1. Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagaian basal epidermis. Displasia berat terjadi pada dua pertiga epidermihampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma insitu.

2. Stadium karsinoma insitu
Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang tumbuh didaerah ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel cadangan endoserviks.

3. Stadium karsionoma mikroinvasif.
Pada karksinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada skrining kanker.

4. Stadium karsinoma invasif
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk sel bervariasi. Petumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior atau anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan forniks posterior atau anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri.

5. Bentuk kelainan dalam pertumbuhan karsinoma serviks
Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tumbuh kearah vagina dan dapat mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk pertumbuhan ini mudah nekrosis dan perdarahan.

Pertumbuhan endofilik, biasanya lesi berbentuk ulkus dan tumbuh progesif meluas ke forniks, posterior dan anterior ke korpus uteri dan parametrium.

Pertumbuhan nodul, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambatlaun lesi berubah bentuk menjadi ulkus.

Markroskopis
1. Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa
2. Stadium permulaan
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
3. Stadium setengah lanjut
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir porsio
4. Stadium lanjut
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah.

D. GEJALA KLINIS
1. Perdarahan
Sifatnya bisa intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang perdarahan baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal perdarahan terjadi lambat.
2. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebeluma ada perdarahan. Pada stadium lebih lanjut perdarahan dan keputihan lebih banyak disertai infeksi sehingga cairan yang keluar berbau.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Sitologi/Pap Smear
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat.
Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.
2. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.
3. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan dibesarkan 10-40 kali.
Keuntungan ; dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan biopsy.
Kelemahan ; hanya dapat memeiksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang kelianan pada skuamosa columnar junction dan intra servikal tidak terlihat.

4. Kolpomikroskopi
Melihat hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200 kali

5. Biopsi
Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.

6. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.

F. KLASIFIKASI KLINIS
• Stage 0:Ca.Pre invasif
• Stage I: Ca. Terbatas pada serviks
• Stage Ia ; Disertai inbasi dari stroma yang hanya diketahui secara histopatologis
• Stage Ib : Semua kasus lainnya dari stage I
• Stage II : Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai kepanggul telah mengenai dinding vagina. Tapi tidak melebihi dua pertiga bagian proksimal
• Stage III : Sudah sampai dinding panggula dan sepertiga bagian bawah vagina
• Stage IIIB : Sudah mengenai organ-organ lain.

G. Terapi
1. Irradiasi
• Dapat dipakai untuk semua stadium
• Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
• Tidak menyebabkan kematian seperti operasi.
2. Dosis
Penyinaran ditujukan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks
3. Komplikasi irradiasi
• Kerentanan kandungan kencing
• Diarrhea
• Perdarahan rectal
• Fistula vesico atau rectovaginalis
4. Operasi
• Operasi Wentheim dan limfatektomi untuk stadium I dan II
• Operasi Schauta, histerektomi vagina yang radikal
5. Kombinasi
• Irradiasi dan pembedahan
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat mengalami kesukaran dan sering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah penyebaran kesistem limfe dan peredaran darah.
6. Cytostatika : Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten. 5 % dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi, diangap resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama.

H. HUBUNGAN KANKER SERVIKS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN

Jika diperhatikan secara keseluruhan maka proses terjadinya Ca. Serviks dan masalah keperawatan yang muncul dapat diperhatikan pada bagan berikut :



I. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Data dasar
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang

Data pasien :
Identitas pasien, usia, status perkawinan, pekerjaan jumlah anak, agama, alamat jenis kelamin dan pendidikan terakhir.

Keluhan utama : pasien biasanya datang dengan keluhan intra servikal dan disertai keputihan menyerupai air.

Riwayat penyakit sekarang :
Biasanya klien pada stsdium awal tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti : perdarahan, keputihan dan rasa nyeri intra servikal.

Riwayat penyakit sebelumnya :
Data yang perlu dikaji adalah :
Riwayat abortus, infeksi pasca abortus, infeksi masa nifas, riwayat ooperasi kandungan, serta adanya tumor. Riwayat keluarga yang menderita kanker.
Keadaan Psiko-sosial-ekonomi dan budaya:
Ca. Serviks sering dijumpai pada kelompok sosial ekonomi yang rendah, berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitas makanan atau gizi yang dapat mempengaruhi imunitas tubuh, serta tingkat personal hygiene terutama kebersihan dari saluran urogenital.

Data khusus:
1. Riwayat kebidanan ; paritas, kelainan menstruasi, lama,jumlah dan warna darah, adakah hubungan perdarahan dengan aktifitas, apakah darah keluar setelah koitus, pekerjaan yang dilakukan sekarang
2. Pemeriksaan penunjang
Sitologi dengan cara pemeriksaan Pap Smear, kolposkopi, servikografi, pemeriksaan visual langsung, gineskopi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan (anemia) b/d perdarahn intraservikal
b. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan nafsu makan
c. Gangguan rasa nyama (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra servikal
d. Cemas b.d terdiagnose c.a serviks sekunder akibat kurangnya pengetahuan tentang Ca. Serviks dan pengobatannya.
e. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan terhadap pemberian sitostatika.

3. Perencanaan
Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahan masif intra cervikal
Tujuan :
Setelah diberikan perawatan selama 1 X 24 jam diharapkan perfusi jaringan membaik :

Kriteria hasil :
a. Perdarahan intra servikal sudah berkurang
b. Konjunctiva tidak pucat
c. Mukosa bibir basah dan kemerahan
d. Ektremitas hangat
e. Hb 11-15 gr %
d. Tanda vital 120-140 / 70 - 80 mm Hg, Nadi : 70 - 80 X/mnt, S : 36-37 Derajat C, RR : 18 - 24 X/mnt.

Intervensi :
- Observasi tanda-tanda vital
- Observasi perdarahan ( jumlah, warna, lama )
- Cek Hb
- Cek golongan darah
- Beri O2 jika diperlukan
- Pemasangan vaginal tampon.
- Therapi IV

Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan.
Tujuan :
- Setelah dilakukan perawatan kebutuhan nutrisi klien akan terpenuhi

Kriteria hasil :
- Tidak terjadi penurunan berat badan
- Porsi makan yang disediakan habis.
- Keluhan mual dan muntah kurang

Intervensi :
- Jelaskan tentang pentingnya nutrisi untuk penyembuhan
- Berika makan TKTP
- Anjurkan makan sedikit tapi sering
- Jaga lingkungan pada saat makan
- Pasang NGT jika perlu
- Beri Nutrisi parenteral jika perlu.


Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra servikal

Tujuan
- Setelah dilakukan tindakan 1 X 24 jam diharapka klien tahu cara-cara mengatasi nyeri yang timbul akibat kanker yang dialami

Kriteria hasil :
- Klien dapat menyebutkan cara-cara menguangi nyeri yang dirasakan
- Intensitas nyeri berkurangnya
- Ekpresi muka dan tubuh rileks

Intervensi :
- Tanyakan lokasi nyeri yang dirasakan klien
- Tanyakan derajat nyeri yang dirasakan klien dan nilai dengan skala nyeri.
- Ajarkan teknik relasasi dan distraksi
- Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
- Kolaborasi dengan tim paliatif nyeri

Cemas yang berhubungan dengan terdiagnose kanker serviks sekunder kurangnya pengetahuan tentang kaker serviks, penanganan dan prognosenya.

Tujuan :
Setelah diberikan tindakan selama 1 X 30 menit klien mendapat informasi tentang penyakit kanker yang diderita, penanganan dan prognosenya.

Kriteria hasil :
- Klien mengetahui diagnose kanker yang diderita
- Klien mengetahui tindakan - tindakan yang harus dilalui klien.
- Klien tahu tindakan yang harus dilakukan di rumah untuk mencegah komplikasi.
- Sumber-sumber koping teridentifikasi
- Ansietas berkurang
- Klien mengutarakan cara mengantisipasi ansietas.

Tindakan :
- Berikan kesempatan pada klien dan klien mengungkapkan persaannya.
- Dorong diskusi terbuka tentang kanker, pengalaman orang lain, serta tata cara mengentrol dirinya.
- Identifikasi mereka yang beresiko terhadap ketidak berhasilan penyesuaian. ( Ego yang buruk, kemampuan pemecahan masalah tidak efektif, kurang motivasi, kurangnya sistem pendukung yang positif).
- Tunjukkan adanya harapan
- Tingkatkan aktivitas dan latihan fisik

Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan sekunder terhadap pemberian sitostatika.

Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan, konsep diri dan persepsi klien menjadi stabil

Kriteria hasil :
- Klien mampu untuk mengeskpresikan perasaan tentang kondisinya
- Klien mampu membagi perasaan dengan perawat, keluarga dan orang dekat.
- Klien mengkomunikasikan perasaan tentang perubahan dirinya secara konstruktif.
- Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri.

Intervensi :
- Kontak dengan klien sering dan perlakukan klien dengan hangat dan sikap positif.
- Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikanbperasaan dan pikian tentang kondisi, kemajuan, prognose, sisem pendukung dan pengobatan.
- Berikan informasi yang dapat dipercaya dan klarifikasi setiap mispersepsi tentang penyakitnya.
- Bantu klien mengidentifikasi potensial kesempatan untuk hidup mandiri melewati hidup dengan kanker, meliputi hubungan interpersonal, peningkatan pengetahuan, kekuatan pribadi dan pengertian serta perkembangan spiritual dan moral.
- Kaji respon negatif terhadap perubahan penampilan (menyangkal perubahan, penurunan kemampuan merawat diri, isolasi sosial, penolakan untuk mendiskusikan masa depan.
- Bantu dalam penatalaksanaan alopesia sesuai dengan kebutuhan.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain yang terkait untuk tindakan konseling secara profesional.

Read More......

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CARSINOMA MAMMAE

A. PENGERTIAN CARSINOMA MAMMAE
Carsinoma mammae adalah neoplasma ganas dengan pertumbuhan jaringan mammae abnormal yang tidak memandang jaringan sekitarnya, tumbuh infiltrasi dan destruktif dapat bermetastase ( Soeharto Resko Prodjo, 1995)

Carsinoma mammae merupakan gangguan dalam pertumbuhan sel normal mammae dimana sel abnormal timbul dari sel – sel normal, berkembang biak dan menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh darah (Lynda Juall Carpenito, 1995).

A. PENYEBAB DAN FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut C. J. H. Van de Velde
1. Ca Payudara yang terdahulu
Terjadi malignitas sinkron di payudara lain karena mammae adalah organ berpasangan
2. Keluarga
Diperkirakan 5 % semua kanker adalah predisposisi keturunan ini, dikuatkan bila 3 anggota keluarga terkena carsinoma mammae.
3. Kelainan payudara ( benigna )
Kelainan fibrokistik ( benigna ) terutama pada periode fertil, telah ditunjukkan bahwa wanita yang menderita / pernah menderita yang porliferatif sedikit meningkat.
4. Makanan, berat badan dan faktor resiko lain
Status sosial yang tinggi menunjukkan resiko yang meningkat, sedangkan berat badan yang berlebihan ada hubungan dengan kenaikan terjadi tumor yang berhubungan dengan oestrogen pada wanita post menopouse.
5. Faktor endokrin dan reproduksi
Graviditas matur kurang dari 20 tahun dan graviditas lebih dari 30 tahun
Menarche kurang dari 12 tahun
6. Obat anti konseptiva oral
Penggunaan pil anti konsepsi jangka panjang lebih dari 12 tahun mempunyai resiko lebih besar untuk terkena kanker.
B. GAMBARAN KLINIK
Menurut William Godson III. M. D
1. Tanda carsinoma
Kanker payudara kini mempunyai ciri fisik yang khas, mirip pada tumor jinak, massa lunak, batas tegas, mobile, bentuk bulat dan elips
2. Gejala carsinoma
Kadang tak nyeri, kadang nyeri, adanya keluaran dari puting susu, puting eritema, mengeras, asimetik, inversi, gejala lain nyeri tulang, berat badan turun dapat sebagai petunjuk adanya metastase.

C. ANATOMI




D. PATOFISIOLOGI
Carsinoma mammae berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi pada sistem duktal, mula – mula terjadi hiperplasia sel – sel dengan perkembangan sel – sel atipik. Sel - sel ini akan berlanjut menjadi carsinoma insitu dan menginvasi stroma. Carsinoma membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba ( kira – kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu kira – kira seperempat dari carsinoma mammae telah bermetastasis. Carsinoma mammae bermetastasis dengan penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah ( Price, Sylvia, Wilson Lorrairee M, 1995 )


E. PATHWAYS


Masalah keperawatan :
1. Nyeri berhubungan dengan manipulasi jaringan dan atau trauma karena pembedahan, interupsi saraf, diseksi otot.
2. Kerusakan integristas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi, adanya edema, destruksi jaringan.
3. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan drainase limpatik necrose jaringan.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan mammae dan atau perubahan gambaran mammae.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan carsinoma mammae dan pilihan pengobatan
6. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kemotherapi
7. Anxietas berhubungan dengan lingkungan Rumah Sakit yang tidak dikenal, ketidakpastian tentang hasil pengobatan carsinoma, perasaan putus asa dan tak berdaya dan ketidak cukupan pengetahuan tentang carsinoma dan pengobatan.

F. FOKUS PENGKAJIAN
1. Nyeri berhubungan dengan manipulasi jaringan dan atau trauma karena pembedahan, interupsi saraf, diseksi otot.
a. Kaji tingkat nyeri dengan P. Q. R. S. T.
 Provoking : Penyebab
 Quality : Kwalitas
 Region : Lokasi
 Severate : Skala
 Time : Waktu
b. Kaji efek nyeri pada individu dengan menggunakan individu dan keluarga
 Kinerja ( pekerjaan ) tanggung jawab peran
 Interaksi sosial
 Keuangan
 Aktifitas sehari – hari
 Kognitif / alam perasaan
 Unit keluarga ( respon anggota keluarga )
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi, adanya edema, destruksi jaringan
Hal yang dikaji :
a. Identifikasi faktor penyebab kerusakan integritas
b. Identifikasi rasional untuk pencegahan dan pengobatan, kerusakan integritas
c. Identifikasi tahap perkembangan
C1 Tahap I : eritema yang tidak memutih dari kulit yang utuh
C2 Tahap II : ulserasi pada epidermis atau dermis
C3 Tahap III : ulserasi meliputi lemak kutan
C4 Tahap IV : ulserasi meluas otot, telinga dan struktur penunjang
3. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan kerusakan drainase limfatik, necrose jaringan
a. Kaji tanda radang
b. Kaji intake
c. Kaji pemberian obat dengan 5 benar ( waktu, obat, nama, dosis, cara)
d. Kaji hasil laboratorium ( Hb, Albumin, Lekosit)
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan mammae dan atau perubahan gambaran mammae
Hal yang dikaji :
a. Kaji perasaan terhadap kehilangan dan perubahan mammae
b. Kaji respon negatif verbal dan non verbal
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan carsinoma mammae dan pilihan pengobatan
Hal yang dikaji :
a. Tingkat pendidikan
b. Kemampuan dalam mempersepsikan status kesehatan
c. Perilaku kesehatan yang tidak tepat
6. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kemotherapi
Hal yang dikaji :
a. Kaji intake
b. Pantau berat badannya
c. Kaji hasil laboratorium ( Hb, Albumin, Gula darah )
d. Kaji mual dan muntah
7. Ansietas berhubungan dengan lingkungan Rumah Sakit yang tidak dikenal, ketidak pastian tentang pengaobatan, perasaan putus asa dan tak berada, ketidak cukupan pengetahuan carsinoma dan pengobatan
Hal yang dikaji :
a. Kaji dan ukur tanda - tanda vital
b. Kaji tingkat kecemasan, ringan, sedang, berat, panik
c. Kaji tingkat pendidikan

G. FOKUS INTERVENSI
Fokus intervensi dari perawatan pasien dengan carsinoma mammae
1. Nyeri berhubungan dengan manipulasi jaringan dan atau trauma karena pembedahan, interupsi, diseksi otot ( Danielle Gale, 1995; Doengos, 1993)
Kriteria evaluasi :
Pasien mengekspresikan penurunan nyeri
Intervensi :
Perhatikan lokasi nyeri, lamanya dan intensitasnya ( skala 1-10), perhatikan respon verbal dalam mengungkapkan nyeri, bantu pasien untuk posisi yang nyaman serta tindakan yang dapat memberi kenyamanan seperti masase punggung, dorong ambualasi dini dan teknik relaksasi, berikan obat sesuai pesanan.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi adanya edema, destruksi jaringan ( Doengos, 1993)

Kriteria evaluasi :
Akan terjadi penyembuhan luka bebas drainase, purulen atau eritema
Intervensi
Obsrvasi balutan / luka setelah dilakukan perawatan luka, guna mengetahui karakteristik luka, drainase, quasi edema, kemerahan dan insisi pada mammae, tempatkan pada posisi semi fowler pada sisi puggung yang tidak sakit, injeksi dibagian yang tidak sakit, kosongkan drain secara periodik, catat jumlah dan karakteristik
3. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan kerusakan drainase limfalik karena diseksi nodus limfe aksilaris dan adanya drain pembedahan ( Danielle Gale, 1945)
Kriteria evaluasi
Tidak ada infeksi pada extremitas yang sakit dan atau pada daerah luka pembedahan
Intervensi
Observasi lengan yang sakit terhadap adanya tanda – tanda infeksi, observasi integritas kulit yang tertutup diatas dinding dada terhadap tanda dan gejala kemerahan, pembengkakan dan drainase, bau tidak sedap, serta warna kekuning – kuningan atau kehijau – hijauan, hindari penggunaan extremitas yang sakit untuk pemasangan infus, observasi daerah pemasangan drainase terhadap adanya tanda kemerahan, nyeri pembengkakan, atau adanya drainase purulenta, observasi kulit dan rawat kuku pada daerah yang sakit.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan mammae dan atau perubahan gambaran dari mastektomi segmental dan atau radiasi mammae ( Dainalle Galle, 1995)
Kriteria evaluasi
Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaannya tentang diagnosa carsinoma mammae, pengobatannya dan dampak yang diharapkan atas gaya hidup, evaluasi perasaan pasien atas kehilangan mammae pada aktifitas sexual, hubungan dan citra tubuhnya, berikan kesempatan pasien terhadap rasa berduka atas kehilangan mammae, izinkan pasien mengungkapkan perasaan negatifnya.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan carsinoma mammae dan pilihan pengobatan ( Daianlle Galle, 1995)
Kriteria evaluasi
Pasien dapat berperan serta dalam pengambilan keputusan akan pengobatan carsinoma , pasien mendiskusikan rasional dari pengobatan dan mengungkapkan tindakan – tindakan yang kemungkinan timbul dari efek samping
Intervensi
Observasi pengetahuan pasien / keluarga mengenai carsinoma mammae dan anjurkan pengobatannya , jelaskan patofisiologi dari carsinoma mammae, hindari janji – janji yang tidak mungkin, berikan informasi tentang pilihan pengobatan yang sesuai
6. Anxietas berhubungan dengan lingkungan Rumah Sakit yang tidak dikenal, ketidak pastian pengobatan carsinoma, perasaan putus asa dan tak berdaya dan ketidak cukupan informasi dan pengobatannya ( Lynda Juall, 1993 )
Kriteria evaluasi
Pasien akan berbagi masalah mengenai diagnosa carsinoma
Intervensi
Berikan kesempatan pasien dan keluarga mengungkapkan perasaan, lakukan kontak sering, berikan suasana ketenangan dan rileks, tunjukkan sikap yang tidak menilai dan mendengar penuh perhatian, dorong diskusi tentang carsinoma dan pengalaman orang lain
7. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kemotherapi ( Danielle galle, 1995 )
Kriteria evaluasi
Berat badan naik atau turun
Intervensi
Monitor untuk mekanan tiap hari, timbang badan tiap hari jika memungkinkan, jelaskan pentingnya nutrisi adekuat, observasi ulang makanan pantang dan kesukaan, manipulasi lingkungan yang nyaman, bersih, dan tak berbau, anjurkan makan porsi kecil dan sering, kolaborasi ahli gizi untuk pemberian diet TKTP


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall (1995), Buku saku diagnosa keperawatan dan dokumentasi, edisi 4, Alih Bahasa Yasman Asih, Jakarta, EGC

C. J. H. Van de Velde (1996), Ilmu bedah, Edisi 5, Alih Bahasa “ Arjono”
Penerbit Kedokteran, Jakarta, EGC

Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku diagnosa keperawatan, edisi 8, alih Bahasa Monica Ester, Jakarta, EGC

Daniell Jane Charette (1995), Ancologi Nursing Care Plus, Elpaso Texas, USA Alih Bahasa Imade Kariasa, Jakarta, EGC

Theodore R. Schrock, M. D (1992), Ilmu Bedah, Edisi 7, Alih Bahasa Drs. Med Adji Dharma, dr. Petrus Lukmanto, Dr gunawan. Penerbit Kedokteran Jakarta, EGC

Thomas F Nelson, Jr M. D (1996), Ilmu Bedah, edisi 4, Alih Bahasa Dr. Irene Winata, dr. Brahnu V Pendit. Penerbit Kedokteran, Jakarta, E G C

Read More......

Jumat, 15 Juli 2011

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)

TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)

A. Pengertian

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.


B. Etiologi

Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu mycobacterium tuberkulosis dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 1,3 – 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil tahan asam.

C. Patofisiologi

Penularan terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi droflet nuklei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2 jam, tergantung ada atau tidaknya sinar ultra violet. dan ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari – hari bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh linfe, basil berpindah kebagian paru – paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain.
Setelah itu infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase, yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, berkurang tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrofage. Karena fungsinya adalah membunuh kuman / basil apabila proses ini berhasil & macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat.
Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang didalam jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel (biji – biji kecil sebesar kepala jarum).
Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama timbul perkejuan ditempat tersebut.apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe).


D. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah :
1. Keadaan postur tubuh klien yang tampak etrangkat kedua bahunya.
2. BB klien biasanya menurun; agak kurus.
3. Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41° C.
4. Batu lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
5. Batuk yang kadang disertai hemaptoe.
6. Sesak nafas.
7. Nyeri dada.
8. Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat pada malam hari).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
2. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
3. Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi 10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4. Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
5. Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
6. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
7. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa menunjukan nekrosis.
8. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
9. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).

F. Penatalaksanaan

Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
o Streptomisin inj 750 mg.
o Pas 10 mg.
o Ethambutol 1000 mg.
o Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Therapi TB paru dapat dilakkukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
o INH.
o Rifampicin.
o Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
o Rifampicin.
o Isoniazid (INH).
o Ethambutol.
o Pyridoxin (B6).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)

A. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat.
Gejala :
o Kelelahan umum dan kelemahan.
o Nafas pendek karena bekerja.
o Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat.
o Mimpi buruk.

Tanda :
o Takhikardi, tachipnoe, / dispnoe pada kerja.
o Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut).
2. Integritas Ego.
Gejala :
o Adanya faktor stres lama.
o Masalah keuanagan, rumah.
o Perasaan tak berdaya / tak ada harapan.
o Populasi budaya.
Tanda :
o Menyangkal. (khususnya selama tahap dini).
o Ancietas, ketakutan, mudah tersinggung.
3. Makanan / cairan.
Gejala :
o Anorexia.
o Tidak dapat mencerna makanan.
o Penurunan BB.
Tanda :
o Turgor kulit buruk.
o Kehilangan lemak subkutan pada otot.
4. Nyeri / kenyamanan.
Gejala :
o Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda :
o Berhati-hati pada area yang sakit.
o Perilaku distraksi, gelisah.
5. Pernafasan.
Gejala :
o Batuk produktif atau tidak produktif.
o Nafas pendek.
o Riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu terinjeksi.
Tanda :
o Peningkatan frekuensi nafas.
o Pengembangan pernafasan tak simetris.
o Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral atau unilateral (effusi pleura / pneomothorax) bunyi nafas tubuler dan / atau bisikan pektoral diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selam inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels – posttusic).
o Karakteristik sputum ; hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah.
o Deviasi trakeal ( penyebaran bronkogenik ).
o Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental ( tahap lanjut ).
6. Keamanan.
Gejala :
o Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)
Tanda :
o Demam rendah atau sakit panas akut.
7. Interaksi sosial.
Gejala :
o Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular.
o Perubahan pola biasa dalam tangguang jaawab / perubahan kapasitas fisik untuk melaksankan peran.
8. Penyuluhan / pembelajaran.
Gejala :
o Riwayat keluarga TB.
o Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk.
o Gagal untuk membaik / kambuhnya TB.
o Tidak berpartisipasi dalam therapy.

B. Diagnosa keperawatan Yang Muncul
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.

C. Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. :
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
• Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
• Mendemontrasikan batuk efektif.
• Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Intervensi :
• Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
• Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
• Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
• Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
• Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
• Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
• Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
• Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
• Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian expectoran, pemberian antibiotika, konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Diagnosis Keperawatan 2. :
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
• Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
• Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
• Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
• Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
• Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
• Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
• Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
• Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
• Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian antibiotika, pemeriksaan sputum dan kultur sputum, konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges. E. Marylin. 1992.Nursing Care Plan. EGC. Jakarta.
Pearce. C. Evelyn. 1990.Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis. Jakarta

Read More......

Kamis, 14 Juli 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MALARIA

A. Konsep Dasar Teori
1. Pengertian
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406).
Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu protozoa spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air liur nyamuk (Corwin, 2000, hal 125).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja, 2000).

2. Etiologi
Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi yaitu,
a. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).
b. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam).
c. Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria quartana/malariae (demam tiap hari empat).
d. Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.
Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).

3. Jenis-jenis malaria
Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :

a. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)
Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin).

Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:
Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water Fever).

b. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)
Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete. Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.

Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.

c. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.

d. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit
ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam.

Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.

4. Karakteristik nyamuk
Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria.

Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan ada pula yang bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang besar (Slamet, 2002, hal 103).

Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :
a. Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran rendah
b. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
c. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit manusia (menghisap darah)
d. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
e. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut 48 derajat
f. Daur hidupnya memerlukan waktu ± 1 minggu .
g. Lebih senang hidup di daerah rawa


5. Patofisiologi
Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:

a. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk (Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati bila tidak di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi Ookista. Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk (Tjay & Rahardja, 2002, hal .162-163).
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. (Mansjoer, 2001, hal. 409).

b. Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan “ sporozoit “ ke dalam peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di dalam hati ini di namakan “ Pra -eritrositer primer.” Terjadi di dalam darah. Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati. Sel darah di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin yang dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut “ekso-eritrositer sekunder“. Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang di lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel darah merah pecah, penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan. Secara garis besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.

6. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum menurut Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut :

a. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporolasi). Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan Malaria Kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan beberapa serangan demam periodik.

Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya “Trias Malaria” (malaria proxysm) secara berurutan :
1) Periode dingin.
Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.

2) Periode panas.
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai 40oC atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
3) Periode berkeringat.
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperatur turun, penderita merasa capai dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.

b. Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah (Corwin , 2000, hal. 571). Pembesaran limpa terjadi pada beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa kiri, lekukan pada batas anterior. Pada batasan anteriornya merupakan gambaran pada palpasi yang membedakan jika lien membesar lebih lanjut. Lien akan terdorong ke bawah ke kanan, mendekat umbilicus dan fossa iliaca dekstra.

c. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time). Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (Mansjoer. dkk, Hal. 411).

d. Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel darah merah. Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :
1) Ikterus hemolitik
Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel darah merah yang berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua bilirubin yang di hasilkan
2) Ikterus hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi hepatosit dan di sebut dengan hepatoseluler.
3) Ikterus Obstruktif

Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau melalui duktus biliaris di sebut dengan ikterus obstuktif (Corwin, 2000, hal. 571).

7. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan mikroskopis malaria
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam penderita. Uji imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-macam target dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan. Diagnosis definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit plasmodium dalam darah penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval antara pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%).

1) Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode
demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
2) Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger prick) dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis.
3) Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium yang tepat.
4) Identifikasi spesies plasmodium
5) Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies plasmodium dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.

b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat mengikat acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat sebagai instrumen hitung parasit.

c. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap paraasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus dikembangkan terutama menggunakan teknik radioimmunoassay dan enzim immunoassay.

d. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/ plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus malaria dapat diberikan tergantung dari jenis plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara lain sebagai berikut:

a. Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di tambahkan mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-7 hari). Terapi ini disusul dengan pemberian primaquin 15 mg /hari selama 14 hari)

b. Malaria Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6 hari). Atau mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10 mg/ kg dengan interval 4-6 jam). Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet ) yang biasanya di kombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari).

c. Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama 7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari

9. Komplikasi
Menurut Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit malaria adalah :

a. Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya dimulai secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang-kejang bersifat fokal atau menyeluruh.

b. Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak (<> 3 mg/ dl. Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian mencapai 50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya Anoksia, penurunan aliran darah keginjal, yang dikarenakan sumbatan kapiler, sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.

d. Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan. Frekuensi pernapasan meningkat. Merupakan komplikasi yang berat yang menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh kelebihan cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

e. Hipoglikemia
Konsentrasi gula pada penderita turun (< style="font-weight: bold;">B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Dasar data pengkajian
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.

b. Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penurunan aliran darah.

c. Eliminasi
Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
Tanda : Distensi abdomen

d. Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia mual dan muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa otot.
Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.

e. Neuro sensori
Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.
Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.

f. Pernapasan.
Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan .
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas

g. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan alkohol, riwayat
splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif, luka traumatik.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan malaria berdasarkan dari tanda dan gejala yang timbul dapat diuraikan seperti dibawah ini (Doengoes, Moorhouse dan Geissler, 1999):

a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang tidak sdekuat ; anorexia; mual/muntah
b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem kekebalan tubuh; prosedur tindakan invasive
c. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
d. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh.
e. Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.

3. Perencanaan Keperawatan
Rencana keperawatan malaria berdasarkan masing-masing diagnosa diatas adalah :

a Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang tidak sdekuat; anorexia; mual/muntah .

Tindakan/ Intervensi :
1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat masukan makanan klien
Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekeurangan konsumsi makanan.
2) Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang tepat
Rasional : Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode anoreksia
3) Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara teratur.
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas nitervensi nutrisi
4) Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni.

Rasional : Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi/ control
5) Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang berhubungan
Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ

6) Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi
Rasional : Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi.

b Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem tubuh (pertahanan utama tidak adekuat), prosedur invasif.

Tindakan/ Intervensi :

1) Pantau terhadap kecenderungan peningkatan suhu tubuh.
Rasional : Demam disebabkan oleh efek endoktoksin pada hipotalamus dan hipotermia adalah tanda tanda penting yang merefleksikan perkembangan status syok/ penurunan perfusi jaringan.
2) Amati adanya menggigil dan diaforosis.
Rasional : Menggigil sering kali mendahului memuncaknya suhu pada infeksi umum.
3) Memantau tanda - tanda penyimpangan kondisi/ kegagalan untuk memperbaiki selama masa terapi
Rasional : Dapat menunjukkan ketidak tepatan terapi antibiotik atau pertumbuhan dari organisme.
4) Berikan obat anti infeksi sesuai petunjuk.
Rasional : Dapat membasmi/ memberikan imunitas sementara untuk infeksi umum
5) Dapatkan spisemen darah.
Rasional : Identifikasi terhadap penyebab jenis infeksi malaria

c Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme dehirasi efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.

Tindakan/ intervensi :
1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil.
Rasional : Hipertermi menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola demam menunjukkan diagnosis.
2) Pantau suhu lingkungan.
Rasional : Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol.
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan es/alkohol mungkin menyebabkan kedinginan. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit.
4) Berikan antipiretik.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
5) Berikan selimut pendingin.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan hipertermi.
d Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh

Tindakan/ intervensi :

1) Pertahankan tirah baring bantu dengan aktivitas perawatan.
Rasional : Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi oksigen, memaksimalkan efektifitas dari perfusi jaringan.

2) Pantau terhadap kecenderungan tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi dan perubahan pada tekanan nadi.
Rasional : Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan kuman yang menyerang darah

3) Perhatikan kualitas, kekuatan dari denyut perifer.
Rasional : Pada awal nadi cepat kuat karena peningkatan curah jantung, nadi dapat lemah atau lambat karena hipotensi yang terus menerus, penurunan curah jantung dan vaso kontriksi perifer.

4) Kaji frukuensi pernafasan kedalaman dan kualitas. Perhatikan dispnea berat.
Rasional : Peningkatan pernafasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung dari
kuman pada pusat pernafasan. Pernafasan menjadi dangkal bila terjadi insufisiensi pernafasan, menimbulkan resiko kegagalan pernafasan akut.

5) Berikan cairan parenteral.
Rasional : Untuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah besar cairan mungkin dibutuhkan untuk mendukung volume sirkulasi.

e Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahasn interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.

Tindakan/ intervensi:
1) Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan.
2) Berikan informasi mengenai terapi obat - obatan, interaksi obat, efek samping dan ketaatan terhadap program.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam penyembuhan dan mengurangi kambuhnya komplikasi
3) Diskusikan kebutuhan untuk pemasukan nutrisional yang tepat dan seimbang.
Rasional : Perlu untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum.
4) Dorong periode istirahat dan aktivitas yang terjadwal.
Rasional : Mencegah pemenatan, penghematan energi dan meningkatkan penyembuhan.
5) Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan.
Rasional : Membantu mengontrol pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah penyebab penyakit yang ada.
6) Identifikasi tanda dan gejala yang membutuhkan evaluasi medis.
Rasional : Pengenalan dini dari perkembangan / kambuhnya infeksi.
7)Tekankan pentingnya terapi antibiotik sesuai kebutuhan.
Rasional : Pengguaan terhadap pencegahan terhadap infeksi.

Read More......

Rabu, 13 Juli 2011

GANGGUAN INTEGUMEN AKIBAT TRAUMA

DEFINISI
Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul:

1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respons stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Mekanisme terjadinya luka :
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh
sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca
atau oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung
biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio)

Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :
1. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan
luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson –
Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi
luka adalah 3% - 11%.
3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau
kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,
inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
4. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :
Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
  -Ruptur Pada tendon Lutut
Tulang tempurung lulut ini berfungsi agar ketika berjalan tungkai kaki terfiksir sedemikian rupa sehingga tungkai kaki tidak bergerak melebihi 180 derajat.
Tulang tempurung lutut ini dibungkus oleh suatu selaput tulang dan pada bagian atas dan bagian bawah tulang ini dibalut dengan suatu jaringan ikat ( tendon ) yang melekat pada ujung tulang paha dan tulang tungkai kaki.
Sering kali karena olah raga yang berlebihan ( lari, senam dll ), akibat trauma / benturan pada kecelakaan lalu lintas atau secara spontan, ligament ini rupture / sobek sehingga ligament ini tidak berfungsi dengan baik, akibatnya lutut tidak dapat difiksir pada tempatnya. Ruptur tendon ini sering terjadi selain pada lutut juga pada tumit ( tendon achiles ) akibat olah raga sepak bola. Lari marathon dll. Ruptur tendon ini disertai dengan rasa sakit yang hebat.
  -Pada Bahu
Tenditis
Nyeri bahu pada pekerja yang dalam aktifitasnya harus mengangkat beban berat, bukan disebabkan oleh proses degenerasi, melainkan terjadi bila lengan harus diangkat sebatas atau melebihi tinggi akronion. Posisi yang sedemikian ini bila berlangsung terus-menerus juga akan menyebabkan terjadinya iskemia pada tendon.
Bila terjadi ruptur tendon atau klasifikasi, dinding bursa ini menjadi tegang. Permukaan bawah akronion oleh adanya gesekan dan tekanan dari humerus, akan mengeras dan menebal.
Pertambahan usia harus dipertimbangkan sebagai factor yang berperan penting dalam proses tendinitas degenerative, meskipun factor-faktor yang lain juga memegang peranan. Pertambahan usia juga mempengaruhi luas gerak sendi, yang disebabkan oleh perubahan posisi scapula. Perubahan posisi scapula ini sebagai akibat dari bertambahnya lengkung kiposis torakal karena degenerasi diskus intervertebralis.

Kalsifikasi pada tenditis
Penimbunan kristal kalsium fosfat dan kalsium karbonat pada “rotator cuff” sangat sering terjadi. Garam ini pada pekerja yang dalam aktifitas Penimbunan kristal kalsium fosfat dan kalsium karbonat pada “rotator cuff” sangat sering terjadi. Garam ini nya harus mengangkat beban berat, bukan disebabkan oleh proses degenerasi, melainkan terjadi bila lengan harus diangkat sebatas atau melebihi tinggi akronion. Posisi yang sedemikian ini bila berlangsung terus-menerus juga akan menyebabkan terjadinya iskemia pada tendon. Penimbunan pertama kali didapatkan di dalam tendon, kemudian menuju permukaan, selanjutnya ruptur ke atas menuju ruang di bawah bursa subdeltoid. Evakuasi kalsium dari timbunan yang ruptur juga sementara saja dan rasa nyeri ini kemudian dapat timbul kembali. Evakuasi kalsium ke ruang bawah bursa akan menekan ke atas ke arah dasar bursa. Dengan iritasi dan tekanan, timbunan ini dapat ruptur ke dalam bursa itu sendiri. Ruptur ini terjadi akut dan menimbulkan nyeri hebat. Di dalam bursa timbunan ini dapat meluas ke lateral maupun distal (medial) sehingga berbentuk seperti dumbbell dengan pemisahnya adalah ligamentum korakoakromialis. Dalam keadaan ini baik abduksi maupun adduksi bahu tidak lagi dapat dilakukan sepenuhnya (akan terganggu). Bahu biasanya terpaku dalam keadaan sedikit abduksi (30 s/d 40 derajat) yang akan menghambat gerakan bahu ke semua arah.

RUPTUR “ROTATOR CUFF”
Ruptur “rotator cuff” ternyata terjadi lebih sering daripada yang kita duga. Semula diagnosa ini hanya dipertimbangkan bagi mereka yang bekerja berat dan cenderung mudah mengalami trauma hebat. Ternyata pada autopsi sering terlihat adanya ruptur “rotator cuff” pada golongan umur empat puluh tahun, meskipun tanpa keluhan pada bahu semasa hidup. Otot “rotator cuff” dapat robek akibat kecelakaan. Bagi penderita akan langsung merasakan nyeri pada daerah persendian bahu bagian atas. Hal ini umum terjadi pada anak-anak atau dewasa muda. Pada orang tua, ruptur dapat terjadi akibat trauma yang ringan saja, disebabkan oleh adanya degenerasi pada “rotator cuff”. Untuk keadaan ini, biasanya tanpa disertai keluhan nyeri. Keluhannya hanya berupa kesulitan mengabduksi lengan. Pada pemeriksaan fisik, umumnya penderita dapat melakukan abduksi sampai 90 derajat, namun bila diminta meneruskan abduksi tersebut (elevasi), tidak akan dapat dan bahkan mungkin lengan atas jatuh. Pada pemeriksaan kekuatan otot (MMI), nilai kekuatan otot tidak akan lebih dari 3 (Fair). Gerak pasif biasanya tidak menimbulkan rasa nyeri, juga tidak ada gangguan. Tes “Moseley” atau tes “lengan jauh” akan menunjukkan hasil yang positif. Bila tes “Moseley” positif, perlu dilakukan pemeriksaan arterografi.

Pengkajian Keperawatan
1. Kaji tempat cedera untuk nyeri, pembengkakan, warna kulit dan status neurovaskularisasi
2. Kaji penyebab cedera
3. kaji perlunya penghilang rasa sakit
4. Kaji adanya tanda dan gejala infeksi
5. Kaji penyembuhan luka
6. Kaji integeritas gips
7. Kaji status hidrasi
8. Kaji adanya tanda-tanda kompllikasi
9. Kaji kemampuan klien untuk mematuhi program pengobatan

Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi cedera
2. kerusakan mobilitas
3. Kerusakan Integritas jaringan
4. Resiko infeksi
5. Nyeri
6. Kurang pengetahuan

Intervensi Keperawatan
Saat masuk Rumah sakit
1. Pantau dan dokumentasikan kondisi dan penyebab cedera
- adanya pembengkakan
- adanya rasa nyeri
- perubahan warna kulit
- status sirkulasi ekstremitas distal terhadap cedera
- status neurologik ekstremitas distal terhadap cedera
- faktor-faktor yang berhubungan dengan cedera
2. Pasang bebat atau balutan Jones pada ekstremitas yang terkena untuk mengatasi rasa nyeri dan mencegah terjadinya cedera yang lebih lanjut (pasang traksi)
Pengobatan Lnjutan
1. Observasi dan laporkan status ektremitas distal dari tempat yang cedera
- Status neurovaskularisasi
- Warna dan kehangatan kulit
2. Kurangi edema dan pembengkakan pada tempat trauma dan di darah distal dari tempat cedera
3. Tingkatkan intergritas kulit
4. Amati dan laporkan tanda-tanda infeksi
5. obervasi dan laporkan adanya pendarahan. Perhatikan dan catat jum;ah warnanya
6. tingkatkan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat
7. Cegah komplikasi pada ekstremitas yang sakit, berikan latihan tiap hari
Hasil yang diharapkan
1. daerah yang cedera pulih tanpa tanpa komplikasi
2. Tingkat nyeri anal minimal atau hilang
3. anak berpartisipasi dakam aktivitas perawatan dirinya

Read More......

Uji Kompetensi Perawat Indonesia, masalah ataukah solusi?

Pembaharuan profesi keperawatan sangat diharapkan dengan adanya perubahan ranah kerja secara Nasional bahkan Internasional. Hal tersebut dapat ditinjau dengan adanya keterlibatan pemerintah Indonesia yang menandatangani tentang perdagangan bebas se-Asia ‘AFTA’, suatu “deal” yang secara langsung maupun tidak langsung sangat berpengaruh pada ranah kinerja dari perawat secara nasional dan secara global, mulai dari segi kesiapan kompetensi perawat, sistematika edukasi dalam bidang keperawatan, dan peraturan perundang-undangan dalam negeri sebagai bentuk perlindungan perawat nantinya sebagai klinisi.

Meninjau fenomena di atas, baru-baru ini PPNI memiliki wacana dalam hal sistem penatalaksanaan tenaga kerja perawat nasional berupa program “Uji Kompetensi Perawat Indonesia”. Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang didasarkan pada kualitas. Selain itu program ini juga dapat menyeleksi para lulusan keperawatan dalam mendapatkan haknya sebagai pemberi asuhan.

Sistem ini dinilai dapat menjadi suatu monitor terhadap laju pertumbuhan institusi keperawatan di Indonesia. Tanpa harus menutup mata juga kita dapat melihat banyaknya institusi-institusi keperawatan yang dengan sangat mudah untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan tanpa meninjau kembali akan kemampuan institusi tersebut dalam upaya mengembangkan serta mempertahankan kualitas dari anak didik yang nantinya akan di cetak menjadi seorang perawat.

Keberadaan uji kompetensi perawat Indonesia, juga dinilai memiliki manfaat yang sangat massive dalam mengembangkan sistem edukasi keperawatan di negeri ini, misalnya saja dengan adanya standarisasi dalam konten uji kompetensi tersebut yang nantinya dapat memberikan dampak secara tidak langsung pada sistem kurikulum sebuah institusi keperawatan. Dengan menyiapkan kurikulum dan fasilitas yang lebih baik, kualitas dari institusi tersebut dinilai dapat meningkat sehingga menghasilkan lulusan terbaik yang siap bersaing menuju pasar bebas. Pastinya institusi-institusi yang ada akan sama-sama bersaing memperbaiki diri dalam hal mencetak lulusan keperawatan yang terbaik tersebut.

Membicarakan kesiapan institusi, pasti tidak dapat dipungkiri bahwa standarisasi dan kurikulum yang sesuai sangat dibutuhkan, apalagi dalam mensosialisasikannya. Terkait dengan kemampuan mahasiswa yang sangat berbeda, akses teknologi yang tidak merata dalam mendapatkan info terbaru juga sangat mempengaruhi kiprah dari sebuah institusi dalam mencetak perawat-perawat yang berkompeten dan handal dalam melayani masyarakat nantinya.

Kompetensi perawat nantinya pastinya akan dapat berdampak langsung terhadap kepuasaan masyarakat akan pelayanan asuhan keperawatan yang terdapat di segala fasilitas kesehatan, misalnya di Rumah Sakit, PUSKESMAS dan fasilitas kesehatan lainnya, karena perawat merupakan profesi kesehatan yang menjadi ujung tombak dalam perjalanan mewujudkan negeri ini maju dalam bidang kesehatan, hal ini dibuktikan dengan lebih banyaknya waktu perawat dalam bertatap muka dengan klien / pasien dibanding dengan tenaga medis yang lain.

Jadi dapat disimpulkan bahwa upaya PPNI untuk menginisiasi adanya Uji Kompetensi Perawat sudah seharusnya didukung secara penuh dari semua pihak yang terkait. Mengingat manfaat yang sangat besar baik itu untuk institusi, mahasiswa, lulusan yang akan dicetak institusi tersebut, para calon perawat, bahkan memberikan dampak yang sangat penting yaitu meningkatkan taraf kesehatan masyarakat selaku penerima asuhan keperawatan.(http://www.ilmiki.org/news/119-uji-kompetensi-perawat-indonesia-masalah-ataukah-solusi.html)

Hella Meldy Tursina

PSIK FK UGM 2009

Read More......

SIFILIS

Definisi
Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut ditularkan melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat kambuh lagi sewaktu-waktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit ini dapat cepat diobati bila sudah dapat dideteksi sejak dini. Kuman yang dapat menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus selaput lendir yang normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat menginfeksi janin. ( Soedarto, 1990 )

Etiologi
Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum termasuk golongan Spirochaeta yang berbentuk seperti spiral dengan panjang antara 5- 20 mikron dan lebar 0,1- 0,2 mikron, mudah dilihat dengan mikroskop lapangan gelap akan nampak seperti spiral yang bisa melakukan gerakan seperti rotasi. Organisme ini bersifat anaerob mudah dimatikan oleh sabun, oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam darah donor yang disimpan dalam lemari es Treponema Pallidum akan mati dalam waktu tiga hari tetapi dapat ditularkan melalui tranfusi mengunakan darah segar. ( Soedarto, 1990 )

Patogenitas dan gejala klinis
Sifat-sifat yang mendasari virelensi Treponema pallidum belum dipahami selengkapnya tidak ada tanda- tanda bahwa kuman ini bersifat toksigenik karena didalam dinding selnya tidak ditemukan eksotosin ataupun endotoksin. Meskipun didalam lesi primer dijumpai banyak kuman namun tidak ditemukan kerusakan jaringan yang cukup luas karena kebanyakan kuman yang berada diluar sel akan terbunuh oleh fagosit tetapi ada sejumlah kecil Treponema yang dapat tetap bertahan didalam sel makrofag dan didalam sel lainya yang bukan fagosit misalnya sel endotel dan fibroblas. Ini dapat menjadi petunjuk mengapa Treponema pallidum dapat hidup dalam tubuh manusia dalam jangka waktu yang lama ,yaitu selama masa asimtomatik merupakan ciri khas dari penyakit sifilis. Sifat invasif Treponema sangat membantu memperpanjang daya tahan kuman didalam tubuh manusia.
Sifilis merupakan penyakit kronik Granulomatosa dimana perjalanan penyakitnya berlangsung lama. Lesi pada stadium akhir mungkin baru muncul 30 tahun setelah infeksi pertama. Pada penyakit sifilis terdiri dari 3 stadium yaitu stadium primer, sekunder dan tersier.ketiga stadium ini dipisahkan oleh periode asimtomatik, yang masa tunasnya 3-4 minggu muncul lesi primer yang terlokalisasi yang akan sembuh setelah 2-6 minggu. Stadium ini disusul dengan stadium sekunder, dijumpai lesi diseluruh tubuh atau generalisata luka ini sembuh dalam waktu 2- 6-minggu. Stadium ini disertai dengan periode laten selama beberapa tahun. Selama periode tersebut tidak dijumpai manifestasi klinik tetapi dalam tubuh sejumlah kecil penderita berlangsung proses yang mengarah kebentuk sifilis yang lebih berat yaitu sifilis tersier. ( Parvin azini ,1996 )

Epidemiologi
Penularan utama dari penyakit adalah lewat kontak seksual (coitus ), bisa juga lewat mukosa misalnya dengan berciuman atau memakai gelas dan sendok yang selesai dipakai oleh penderita sifilis dan penularan perenteral melalui jarum suntik dan tranfusi darah. Masa inkubasi dari penyakit sifilis berlngsung sekitar 2- 6 minggu setelah hubungan seksual yang dianggap sebagai penularan penyakit tersebut (coitus suspectus).
Secara garis besar penularan sifilis dibagi atas :

1. Sifilis kongenital atau bawaan
Sifilis kongenital akibat dari penularan spirokaeta tranplasenta; bayi jarang berkontak langsung dengan Chancre ibu yang menimbulkan infeksi pasca lahir. Resiko penularan transplasenta bervariasi menurut stadium penyakit yang diderita oleh ibu. Bila wanita hamil dengan sifilis primer dan sekunder serta spirokaetamia yang tidak diobati, besar kemungkinan untuk menularkan infeksi pada bayi yang belum dilahirkan daripada wanita dengan infeksi laten. Penularan dapat terjadi selama kehamilan. Insiden dari infeksi sifilis kongenital tetap paling tinggi selama 4 tahun pertama sesudah mendapat infeksi primer, sekunder dan penyakit laten awal.

2. Sifilis Akuisita ( dapatan )
Sifilis dapatan penularanya hampir selalu akbat dari kontak seksual walupun penangananya secara kuratif telah tersedia untuk sifilis selama lebih dari empat dekade, sifilis tetap penting dan tetap merupakan masalah kesehatan yang lazim di Indonesia. Pembagian sifilis dapatan berdasarkan epidemiologi , tergantung sifat penyakit tersebut menular atau tidak. Stadium menular bila perjalanan penyakit kurang dari 2 tahun dan stadium tidak menular perjalanan penyakit lebih dari 2 tahun.
Pembagian secara klinis :
  1 Stadium I
  2 Stadium II Stadium menular
  3 Stadium Laten Dini
  4 Stadium Rekurens
  5 Stadium Laten Lanjut
  6 Stadium III Stadium tidak menular
  7 Kardiovaskuler Dan Neuosifilis

Manifestasi klinis 

1 Sifilis primer
Berlangsung selama 10 - 90 hari sesudah infeksi ditandai oleh Chancre sifilis dan adenitis regional. Papula tidak nyeri tampakpada tempat sesudah masuknya Treponema pallidum. Papula segra berkembang menjadi ulkus bersih, tidak nyeri dengan tepi menonjol yang disebut chancre. Infeksinya sebagai lesi primer akan terlihat ulserasi ( chancre ) yang soliter, tidak nyeri, mengeras, dan terutama terdapat di daerah genitalia disertai dengan pembesaran kelenjar regional yang tidak nyeri. Chancre biasanya pada genitalia berisi Treponema pallidum yang hidup yang hidup dan sangat menular, chancre extragenitalia dapat juga ditemukan pada tempat masuknya sifilis primer. Chancre biasanya bisa sembuh dengan sendirinya dalam 4 – 6 minggu dan setelah sembuh menimbulkan jaringan parut. Penderita yang tidak diobati infeksinya berkembang ke manifestasi sifilis sekunder.

2 Sifilis Sekunder
Terjadi sifilis sekunder, 2 – 10 minggu setelah chancre sembuh. Manifestasi sifilis sekunder terkait dengan spiroketa dan meliputi ruam, mukola papuler non pruritus, yang dapat terjadi diseluruh tubuh yang meliputi telapak tangan dan telapak kaki; Lesi pustuler dapat juga berkembang pada daerah yang lembab disekitar anus dan vagina, terjadi kondilomata lata ( plak seperti veruka, abu – abu putih sampai eritematosa ). Dan plak putih disebut ( Mukous patkes ) dapat ditemukan padfa membrana mukosa, gejala yang ditimbulkan dari sifilis sekunder adalah penyakit seperti flu seperti demam ringan, nyeri kepala, malaise, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri tenggorokan, mialgia, dan artralgia serta limfadenopati menyeluruh sering ada. Manifestasi ginjal, hati, dan mata dapat ditemukan juga, meningitis terjadi 30 % penderita. Sifilis sekunder dimanifestasikan oleh pleositosis dan kenaikan cairan protein serebrospinal (CSS ), tetapi penderita tidak dapat menunjukkan gejala neurologis sifilis laten. 

3 Relapsing sifilis
Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena pengobatan yang tidak tepat dosis dan jenisnya. Pada waktu terjadi kekambuhan gejala – gejala klinik dapat timbul kembali, tetapi mungkin juga tanpa gejala hanya perubahan serologinya yaitu dari reaksi STS ( Serologis Test for Syfilis ) yang negatif menjadi positif. Gejala yang timbul kembali sama dengan gejala klinik pada stadium sifilis sekunder.
Relapsing sifilis yang ada terdiri dari :

a. Sifilis laten
Fase tenang yang terdapat antara hilangnya gejala klinik sifilis sekunder dan tersier, ini berlangsung selama 1 tahun pertama masa laten ( laten awal ). Tidak terjadi kekambuhan sesudah tahun pertama disertai sifilis lambat yang tidak mungkin bergejala. Sifilis laten yang infektif dapat ditularkan selama 4 tahun pertama sedang sifilis laten yang tidak menular berlangsung setelah 4 tahun tersebut. Sifilis laten selama berlangsung tidak dijumpai gejala klinik hanya reaksi STS positif.

b. Sifilis tersier
Sifilis lanjut ini dapat terjadi bertahun – tahun sejak sesudah gejala sekunder menghilang. Pada stadium ini penderita dapat mulai menunjukkan manifestasi penyakit tersier yang meliputi neurologis, kardiovaskuler dan lesi gummatosa, pada kulit dapat terjadi lesi berupa nodul, noduloulseratif atau gumma. Gumma selain mengenai kulit dapat mengenai semua bagian tubuh sehingga dapat terjadi aneurisma aorta, insufisiensi aorta, aortitis dan kelainan pada susunan syaraf pusat ( neurosifilis ).

c. Sifilis kongenital
Sifilis kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu hamil yang menderita sifilis kepada anaknya melalui plasenta. Ibu hamil dengan sifilis dengan pengobatan tidak tepat atau tidak diobati akan mengakibatkan sifilis kongenital pada bayinya. Infeksi intrauterin dengan sifilis mengakibatkan anak lahir mati, infantille congenital sifilis atau sifilis timbul sesudah anak menjadi besar dan bahkan sesudah dewasa. Pada infantil kongenital sifilis bayi mempunyai lesi – lesi mukokutan. Kondiloma, pelunakan tulang – tulang panjang, paralisis dan rinitis yang persisten. Sedangkan jika sifilis timbul sesudah anak menjadi besar atau dewasa maka kelainan yang timbul pada umumnya menyangkut susunan syaraf pusat misalnya parasis atau tabes, atrofi nervous optikus dan tuli akibat kelainan syaraf nervous kedelapan, juga interstitial keratitis, stig mata tulang dan gigi, saddel – nose, saber shin ( tulang kering terbentuk seperti pedang ) dan kadang – kadang gigi Hutchinson dapat dijumpai. Prognosis sifilis kongenital tergantung beratnya infeksi tetapi kelainan yang sudah terjadi akibat neurosifilis biasanya sudah bisa disembuhkan. ( Soedarto, 1990 ).

Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap ( darkfield microscope ). Pada kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non protonema. Uji non protonema seperti Venereal Disease Research Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui antibodi dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga amat membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif ( gagal pengobatan atau reinfeksi ) dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma inguinale, limfogranuloma venerium, verrucae acuminata, skabies, dan keganasan ( kanker ).

Read More......

Pendokumentasian Asuhan Keperawatan

1.1. KONSEP DASAR PENDOKUMENTASIAN

Sebagai suatu informasi yang tertulis, dokumentasi keperawatan merupakan media komunikasi yang efektif antar profesi dalam suatu tim pelayanan kesehatan pasien. Disamping itu dokumentasi keperawatan bertujuan untuk perencanaan perawatan pasien sebagai indikator kualitas pelayanan kesehatan, sumber data untuk penelitian bagi pengembangan ilmu keperawatan, sebagai bahan bukti pertanggung jawaban dan pertanggunggugatan pelaksanaan asuhan keperawatan serta sebagai sarana pendidikan bagi para mahasiswa.

Dokumentasi dan pelaporan merupakan suatu metode untuk mengkomunikasikan suatu informasi yang berhubungan dengan manajemen pemeliharaan kesehatan. Dalam beberapa hal kesuksesan dari pelaksanaan proses keperawatan tergantung dari keakuratan dan komplitnya pelaporan dan ketepatan dalam penulisan pendokumentasian.

Beberapa jenis catatan digunakan sebagai alat komunikasi untuk menginformasikan keadaan klien. Meskipun setiap perusahaan menggunakan format yang berbeda, seluruh catatan mengandung informasi yang mendasar, yaitu :

1. Identifikasi klien dan data demografis
2. Informed Consent untuk tindakan
3. Riwayat keperawatan
4. Diagnosa atau masalah keperawatan
5. Rencana keperawatan (Nursing Care Plan)
6. Catatan tindakan keperawatan dan evaluasi
7. Riwayat medis
8. Diagnosa medis
9. Pesanan terapi
10. Catatan perkembangan medis dan kesehatan
11. Laporan pengkajian fisik
12. Laporan diagnostik studi
13. Rangkuman prosedur operasi
14. Rencana pulang dan rangkuman

Dalam penulisan dokumentasi keperawatan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

1. Isi, Informasi yang ditulis harus lengkap , akurat, jelas, mengandung fakta (obyektif) dan tidak menggunakan istilah atau singkatan yang tidak umum. Benar, dimana informasi mengenai klien dan tindakan yang diberikan haruslah faktual. Catatan harus berisi deskripsi, informasi yang objektif dari apa-apa yang perawat lihat, dengar, rasa dan cium (Begerson, 1988)
2. Waktu, Dokumentasikan waktu setiap melakukan intervensi keperawatan. Up to Date, laporan yang terlambat merupakan suatu kelalaian yang serius dan menyebab kelambatan untuk memberikan suatu tindakan. Misalnya kesalahan dalam melaporkan penurunan tekanan darah dapat memperlambat pemberian obat yang diperlukan. Secara legal, kelambatan dari pelaporan dapat diinterpretasikan sebagai kelalaian.kegiatan untuk mengkomunikasikan hal ini mencakup :
a. vital sign
b. penatalaksanaan medis
c. persiapan dilakukan diagnostic test dan pembedahan
d. perubahan status
e. waktu masuk, pindah, pulang atau kematian klien
f. penatalaksanaan untuk perubahan status yang tiba-tiba.
3. Format , Gunakan format yang telah adasesuai dengan kebijaksanaan institusi pelayanan kesehatan
4. Kerahasiaan, komunikasi yang rahasia adalah informasi yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang dipercaya dan merahasiakan bahwa beberapa informasi itu tidak akan diungkapkan. Pasien mempunyai hak moral dan legal untuk memastikan bahwa informasi yang ada dalam catatan kesehatannya terjaga kerahasiaannya.
5. Akontabilitas, Berikan nama dan tanda tangan setiap melakukan intervensi keperawatan. jangan menggunakan penghapus atau tip-ex bila melakukan kesalahan dalam penulisan.

Catatan adalah sumber data yang bernilai dan digunakan oleh seluruh anggota tim kesehatan. Maksud dari catatan ini termasuk komunikasi, kemampuan finansial, pendidikan, pengkajian, riset, auditing dan aspek legal dokumentasi.


1.2. FAKTOR PENGHAMBAT PELAKSANAAN PENDOKUMENTASIAN

Banyak faktor yang merupakan hambatan dalam melaksanakan dokumentasi keperawatan, meskipun pada dasarnya proses keperawatan telah diterapkan. Berbagai hambatan tersebut meliputi :

a. Kurangnya pemahaman dasar-dasar dokumentasi keperawatan. hal ini bisa terjadi karena latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, sehingga tidak adanya keseragaman pelaksanaan dokumentasi keperawatan.
b. Kurangnya kesadaran akan pentingnya dokumentasi keperawatan. Penulisan dokumentasi keperawatan tidak mengacu pada standar yang sudah ditetapkan, sehingga terkadang tidak lengkap dan akurat.
c. Dokumentasi keperawatan dianggap beban. Banyaknya lembar format yang harus diisi untuk mencatat data dan intervensi keperawatan pada pasien membuat perawat terbebani.
d. Keterbatasan tenaga. Kurangnya tenaga perawat yang ada dalam suatu tatanan pelayanan kesehatan memungkinkan perawat bekerja hanya berorientasi pada tindakan saja. Tidak cukup waktu untuk menuliskan setiap tindakan yang telah diberikan pada lembar format dokumentasi keperawatan.
e. Ketiadaan pengadaan lembar format dokumentasi keperawatan oleh institusi
f. Tidak semua tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien dapat didokumentasikan dengan baik. Karena lembar format yang ada tidak menyediakan tempat (kolom untuk menuliskannya).

Disamping hal tersebut di atas adalah sikap perawat yang dalam melakukan dokumentasi saat ini hanya berorientasi pada kepentingan pribadi semata. Hal ini tidak hanya merugikan kepada pasien sebagai penerima jasa pelayanan keperawatan, tetapi juga perawat sebagai pelaksana pelayanan keperawatan.


1.3. PENGARUH PENDOKUMENTASIAN TERHADAP KEBERHASILAN TERAPI

Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem pelayanan kesehatan, karena adanya dokumentasi yang baik, informasi mengenai keadaan kesehatan pasien dapat diketahui secara berkesinambungan. Disamping itu dokumentasi merupakan dokumen yang legal tentang pemberian asuhan keperawatan. dokumentasi dibuat berdasarkan pemecahan masalah pasien. Dokumentasi berdasarkan masalah terdiri dari format pengkajian, rencana keperawatan, catatan tindakan keperawatan dan catatan perkembangan pasien.

Sesuai dengan hal tersebut di atas, maka jikalau dalam pendokumentasian itu dilakukan dengan baik dan benar maka segala tindakan yang memerlukan tindak lanjut dan berkelanjutan akan dapat terobservasi sehingga hasil yang dicapai akan lebih baik dan program terapi akan dapat berhasil.

Dalam hal pencegahan terjadinya gangguan integritas kulit dan jaringan seorang perawat profesional pasti akan memberikan suatu intervensi latih mobilisasi, rubah posisi tidur tiap 2 jam sekali. Hal ini akan dapat lebih terlaksana dengan baik jikalau terdapatnya suatu format yang khusus dan berlangsung selama 24 jam, tidak hanya berbentuk tindakan yang dilakukan oleh per-shift.

Jadi sangat jelas sekali bahwa dengan adanya pendokumentasian yang nantinya akan menjadi suatu alat komunikasi antar perawat pada khususnya pada tiap pergantian shift, maka program terapi akan menjadi lebih mudah untuk dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA


Fiscbach, Documentating Care : Communication, The Nursing Process and Documentation Standards, F A Davis Company, Philadelphia, 1991

Gilles, Dee Ann, Manajemen Keperawatan Suatu Pendekatan Sistem, Edisi Kedua, (Alih Bahasa : Drs. Dika Sukmana dkk), W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1989.

Potter, Patricia A., RN. MSN et al, Fundamental of Nursing, Concept, Process & Practice, Third Edition, Mosby Year Book, St. Louis, 1993

Terry, George R., Prinsip-prinsip Manajemen, (Penerjemah J. Smith D.F.M.), Bumi Aksara, Jakarta, 1995.

Read More......