Rabu, 13 Juli 2011

GANGGUAN INTEGUMEN AKIBAT TRAUMA

DEFINISI
Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul:

1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respons stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Mekanisme terjadinya luka :
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh
sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca
atau oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung
biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio)

Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :
1. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan
luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson –
Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi
luka adalah 3% - 11%.
3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau
kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,
inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
4. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :
Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
  -Ruptur Pada tendon Lutut
Tulang tempurung lulut ini berfungsi agar ketika berjalan tungkai kaki terfiksir sedemikian rupa sehingga tungkai kaki tidak bergerak melebihi 180 derajat.
Tulang tempurung lutut ini dibungkus oleh suatu selaput tulang dan pada bagian atas dan bagian bawah tulang ini dibalut dengan suatu jaringan ikat ( tendon ) yang melekat pada ujung tulang paha dan tulang tungkai kaki.
Sering kali karena olah raga yang berlebihan ( lari, senam dll ), akibat trauma / benturan pada kecelakaan lalu lintas atau secara spontan, ligament ini rupture / sobek sehingga ligament ini tidak berfungsi dengan baik, akibatnya lutut tidak dapat difiksir pada tempatnya. Ruptur tendon ini sering terjadi selain pada lutut juga pada tumit ( tendon achiles ) akibat olah raga sepak bola. Lari marathon dll. Ruptur tendon ini disertai dengan rasa sakit yang hebat.
  -Pada Bahu
Tenditis
Nyeri bahu pada pekerja yang dalam aktifitasnya harus mengangkat beban berat, bukan disebabkan oleh proses degenerasi, melainkan terjadi bila lengan harus diangkat sebatas atau melebihi tinggi akronion. Posisi yang sedemikian ini bila berlangsung terus-menerus juga akan menyebabkan terjadinya iskemia pada tendon.
Bila terjadi ruptur tendon atau klasifikasi, dinding bursa ini menjadi tegang. Permukaan bawah akronion oleh adanya gesekan dan tekanan dari humerus, akan mengeras dan menebal.
Pertambahan usia harus dipertimbangkan sebagai factor yang berperan penting dalam proses tendinitas degenerative, meskipun factor-faktor yang lain juga memegang peranan. Pertambahan usia juga mempengaruhi luas gerak sendi, yang disebabkan oleh perubahan posisi scapula. Perubahan posisi scapula ini sebagai akibat dari bertambahnya lengkung kiposis torakal karena degenerasi diskus intervertebralis.

Kalsifikasi pada tenditis
Penimbunan kristal kalsium fosfat dan kalsium karbonat pada “rotator cuff” sangat sering terjadi. Garam ini pada pekerja yang dalam aktifitas Penimbunan kristal kalsium fosfat dan kalsium karbonat pada “rotator cuff” sangat sering terjadi. Garam ini nya harus mengangkat beban berat, bukan disebabkan oleh proses degenerasi, melainkan terjadi bila lengan harus diangkat sebatas atau melebihi tinggi akronion. Posisi yang sedemikian ini bila berlangsung terus-menerus juga akan menyebabkan terjadinya iskemia pada tendon. Penimbunan pertama kali didapatkan di dalam tendon, kemudian menuju permukaan, selanjutnya ruptur ke atas menuju ruang di bawah bursa subdeltoid. Evakuasi kalsium dari timbunan yang ruptur juga sementara saja dan rasa nyeri ini kemudian dapat timbul kembali. Evakuasi kalsium ke ruang bawah bursa akan menekan ke atas ke arah dasar bursa. Dengan iritasi dan tekanan, timbunan ini dapat ruptur ke dalam bursa itu sendiri. Ruptur ini terjadi akut dan menimbulkan nyeri hebat. Di dalam bursa timbunan ini dapat meluas ke lateral maupun distal (medial) sehingga berbentuk seperti dumbbell dengan pemisahnya adalah ligamentum korakoakromialis. Dalam keadaan ini baik abduksi maupun adduksi bahu tidak lagi dapat dilakukan sepenuhnya (akan terganggu). Bahu biasanya terpaku dalam keadaan sedikit abduksi (30 s/d 40 derajat) yang akan menghambat gerakan bahu ke semua arah.

RUPTUR “ROTATOR CUFF”
Ruptur “rotator cuff” ternyata terjadi lebih sering daripada yang kita duga. Semula diagnosa ini hanya dipertimbangkan bagi mereka yang bekerja berat dan cenderung mudah mengalami trauma hebat. Ternyata pada autopsi sering terlihat adanya ruptur “rotator cuff” pada golongan umur empat puluh tahun, meskipun tanpa keluhan pada bahu semasa hidup. Otot “rotator cuff” dapat robek akibat kecelakaan. Bagi penderita akan langsung merasakan nyeri pada daerah persendian bahu bagian atas. Hal ini umum terjadi pada anak-anak atau dewasa muda. Pada orang tua, ruptur dapat terjadi akibat trauma yang ringan saja, disebabkan oleh adanya degenerasi pada “rotator cuff”. Untuk keadaan ini, biasanya tanpa disertai keluhan nyeri. Keluhannya hanya berupa kesulitan mengabduksi lengan. Pada pemeriksaan fisik, umumnya penderita dapat melakukan abduksi sampai 90 derajat, namun bila diminta meneruskan abduksi tersebut (elevasi), tidak akan dapat dan bahkan mungkin lengan atas jatuh. Pada pemeriksaan kekuatan otot (MMI), nilai kekuatan otot tidak akan lebih dari 3 (Fair). Gerak pasif biasanya tidak menimbulkan rasa nyeri, juga tidak ada gangguan. Tes “Moseley” atau tes “lengan jauh” akan menunjukkan hasil yang positif. Bila tes “Moseley” positif, perlu dilakukan pemeriksaan arterografi.

Pengkajian Keperawatan
1. Kaji tempat cedera untuk nyeri, pembengkakan, warna kulit dan status neurovaskularisasi
2. Kaji penyebab cedera
3. kaji perlunya penghilang rasa sakit
4. Kaji adanya tanda dan gejala infeksi
5. Kaji penyembuhan luka
6. Kaji integeritas gips
7. Kaji status hidrasi
8. Kaji adanya tanda-tanda kompllikasi
9. Kaji kemampuan klien untuk mematuhi program pengobatan

Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi cedera
2. kerusakan mobilitas
3. Kerusakan Integritas jaringan
4. Resiko infeksi
5. Nyeri
6. Kurang pengetahuan

Intervensi Keperawatan
Saat masuk Rumah sakit
1. Pantau dan dokumentasikan kondisi dan penyebab cedera
- adanya pembengkakan
- adanya rasa nyeri
- perubahan warna kulit
- status sirkulasi ekstremitas distal terhadap cedera
- status neurologik ekstremitas distal terhadap cedera
- faktor-faktor yang berhubungan dengan cedera
2. Pasang bebat atau balutan Jones pada ekstremitas yang terkena untuk mengatasi rasa nyeri dan mencegah terjadinya cedera yang lebih lanjut (pasang traksi)
Pengobatan Lnjutan
1. Observasi dan laporkan status ektremitas distal dari tempat yang cedera
- Status neurovaskularisasi
- Warna dan kehangatan kulit
2. Kurangi edema dan pembengkakan pada tempat trauma dan di darah distal dari tempat cedera
3. Tingkatkan intergritas kulit
4. Amati dan laporkan tanda-tanda infeksi
5. obervasi dan laporkan adanya pendarahan. Perhatikan dan catat jum;ah warnanya
6. tingkatkan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat
7. Cegah komplikasi pada ekstremitas yang sakit, berikan latihan tiap hari
Hasil yang diharapkan
1. daerah yang cedera pulih tanpa tanpa komplikasi
2. Tingkat nyeri anal minimal atau hilang
3. anak berpartisipasi dakam aktivitas perawatan dirinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar